Sepotong Sejarah Persipura
HB Samsi Peletak Dasar Sepakbola Ala Samba Di Persipura
Kemajuan sepakbola di tanah Papua tak lepas dari peran semua pihak.
Laporan Dominggus A Mampioper dari Jayapura
Mungkin banyak yang tak mengenal HB Samsi tetapi bekas guru Sekolah Teknik
Menengah (STM) Negeri Jayapura ini dikenal sebagai peletak dasar sepakbola ala
Samba di Persipura. Lelaki asal Jawa Tengah ini melihat potensi sepakbola
anak-anak didiknya hingga rela meluangkan waktunya untuk melatih anak-anak muda
Papua.
Latar belakangnya ternyata bukan seorang guru olahraga tetapi kata pepatah tak
ada akar rotanpun jadi. Sebut saja murid-murid sekolahnya di STM Negeri
Jayapura, Hengki Heipon, Tinus Heipon,Gento Rudolf Rumbino, Bob Sapai.
Persipura yang sebelumnya bernama Persikobar (Persatuan Sepakbola Kotabaru)
lahir pada 1963 dan pelatih pertama tim tersebut adalah HB Samsi yang
dikelilingi para pemain bertalenta tinggi Mutiara Hitam seperti Ari Sokoi
(kiper); Dominggus Nai, Toni Marisan, Theo Daat, Yan Ui, Dominggus Waweyai,
Dolf Rumbino, Willem Mariawasih, Gasper Sibi, Agustinus Pui, Adolof Hanasbe,
Barnabas Youwe, Yan Wader, Benny Yensenem dan Korwa.
Nama Persikobar berubah lagi pada 23 Mei 1965 menjadi Persipura (Persatuan
Sepakbola Sukaranapura atau sekarang Jayapura). Kemudian pelatih Kepala HB
Samsi kemball lagi melatih Persipura pada Superliga Indonesia 1995, Di musim
tersebut, Persipura mengalami kekalahan saat melawan Pupuk Kaltim di kandang
sendiri, akibatnya Vespa tua miliknya jadi sasaran amuk massa, Vespa tua itu
dibakar.
Sebelumnya HB Samsi dan Hengki Rumere, melatih dan merekrut anak-anak berbakat
di PPLP –Irian Jaya pada 1986. Mereka berdua melatih angkatan pertama PPLP
Irian Jaya yaitu, Cristian Leo Jarangga, Ronny Wabia, Izak Fatari, Ritham Madubun,
Aples Tecuari, Ferdinando Fairyo, Carolino Ivakdalam, Johanes Bonay, David
Saidui.
“Sejak menukangi Persipura, pak Samsi lebih banyak memakai metode dan gaya
samba Brasil,” tutur Fred Imbiri mantan anak didik HB Samsi yang pernah
memperkuat timnas dan klub Warna Agung Jakarta kepada GOAL.com Indonesia di
Jayapura, Senin (6/12).
Dia menambahkan, skema yang diterapkan dimulai dari umpan-umpan pendek hingga
mengandalkan kecepatan pemain sayap. Namun yang jelas kata mendiang Tinus
Heipon adik kandung Hengki Heipon, yang menjadi ciri khas anak-anak Papua dalam
bermain bola adalah bakat alam dan suka main goreng (gocek) atau terlalu
individu.
Parahnya lagi dalam permainan sepakbola tradisional ala Papua (Patah Kaleng)
jika seorang anak mampu goreng sampai lima orang pemain termasuk kategori
jagoan atau hebat bermain bola. Jadi jangan heran kalau ada anak Papua yang
egois dalam bermain bola karena pengaruh tradisi sepakbola patah kaleng.
Permainan patah kaleng ini sekarang sudah tak digemari lagi karena permainan
gawang mini dan futsal sudah menggeser sepakbola patah kaleng.
Keberangkatan Hengki Heipon ke Jerman Barat pada 1978 untuk mengikuti kursus
kepelatihan di sana selama sebulan penuh bersama Abdul Kadir yang juga
merupakan mantan striker timnas Indonesia, membuat beberapa pihak saat itu
menilai gaya Samba Persipura bergeser ke gaya bermain Jerman.
Namun hal ini dibantah Hengki Heipon, bagi Hengki gaya bermain Persipura adalah
paduan antara bakat alam dan polesan teknik dasar sepakbola. Disamping itu tubuh
pemain bola Papua sangat khas. Misalnya mereka yang berasal dari Kepala Burung
Papua seperti Boaz dan Metu Dwaramuri memiliki postur tubuh yang lentur.
Begitu pula anak-anak dari Teluk seperti Crist Leo Jarangga, Octo Maniani yang
cepat bergerak. Hingga perpaduan keduanya menimbulkan ciri khas tersendiri bagi
Persipura.
Namun demikian Hengki Heipon tak memungkiri peran HB Samsi sebagai peletak
dasar sepakbola Samba di Persipura. Selain HB Samsi, peran almarhum Brigjen
Acub Zainal juga sangat besar. Acub Zainal pula yang mendatangkan pelatih asing
asal Singapura Choi Song On pada 1974-1975. Bahkan ketika Persipura mewakili
Indonesia ke Saigon (sekarang Ho Chi Min City) Vietnam Selatan pada 1974, Acub
Zainal-lah yang sukses membawa penjaga gawang Persema Malang, Suharsoyo untuk
memperkuat skuad Persipura.
Lepas dari peran dan perkembangan sepakbola di Papua sebenarnya semua pihak
ikut pula memberi andil namun yang paling berperan dalam meletakan dasar
sepakbola Samba di Persipura adalah mantan guru asal Jawa Tengah HB Samsi. Tak
heran kalau sekarang JF Tiago pelatih Brasil merasa ada kemiripan sepakbola
Brasil dan Persipura karena sejak lama tradisi bermain bola ala Samba sudah
diterapkan di sana. (gk-34)
Keberhasilan Persipura tampil sebagai juara LI XI digembar-gemborkan
oleh beberapa media massa nasional sebagai ulangan keberhasilan 25 tahun lalu.
Bahkan ada pula yang menulis duel versus Persija itu merupakan ulangan final
1979. Tapi, benarkah demikian?
Menurut penelusuran penulis, Persipura dan Persija hanya bertemu sekali di
partai puncak yakni pada Piala Soeharto III/1976. Dan itu bukanlah trofi yang
diperebutkan dalam kompetisi Perserikatan. Lalu, apakah benar bahwa Persipura
pernah menjuarai kompetisi Perserikatan tahun 1979 atau 1980? Buat pecinta
sepak bola, yang dimaksud kompetisi Perserikatan tentu adalah Divisi Utama
Perserikatan. Bukan Divisi I atau II.
Sampai dengan akhir tahun 1970-an, kompetisi Perserikatan yang masih bernama
Kejuaraan Nasional (Kejurnas) PSSI itu, diikuti oleh seluruh tim Perserikatan.
Seluruh tim, bertanding dari bawah mulai dari tingkat rayon, antarrayon, zona,
antarzona, wilayah sampai pada tingkat nasional. Kecuali, tim yang tampil di
tingkat nasional periode sebelumnya, hanya bertanding mulai tingkat zona atau
wilayah.
Penulis akan fokus membahas Kejurnas PSSI 1978. Pada periode ini, kejurnas
tingkat nasional diikuti 18 tim dan terbagi ke dalam 4 pool. Juara dan
runner-up tiap grup itu berhak tampil di putaran 8 besar yang juga akan dibagi
menjadi dua grup.
Sebelum semifinal antara PSM versus Persebaya dan Persija vs PSMS, Maulwi
Saelan (Sekretaris Umum PSSI saat itu) mengatakan bahwa kompetisi periode
berikutnya akan diikuti lima tim, yang empat tiketnya diambil dari tim
semifinalis. Nama kompetisi pun menjadi Kejurnas Utama PSSI. Kejurnas yang
digelar 1978-79 inilah cikal bakal lahirnya Divisi Utama Perserikatan. Sebagai
catatan, Divisi I mulai digelar pada 1979, Divisi II (1987), dan Divisi III
(2005).
Untuk melengkapi peserta, maka PSSI memutuskan menggelar pertandingan antara
peringkat ketiga tiap grup di putaran 8 besar. Akhirnya, Persiraja menjadi tim
kelima setelah mengalahkan Persib 2-1.
Setelah peserta lengkap, Kejurnas Utama PSSI 1978-79 pun digelar. Dalam
kompetisi itu tidak dikenakan aturan degradasi. PSSI malah akan menambah satu
tim lagi pada Divisi Utama Perserikatan 1980 yang diambil dari tim promosi
“Divisi I”. Padahal, pada saat itu Divisi I belum terselenggara.
Karena Divisi I belum ada, PSSI menyelenggarakan putaran final 12 besar yang
dinamakan Kejurnas PSSI 1979. Kedua belas tim tersebut merupakan juara setiap
zona, yaitu PSKB Binjai (I), PSP (II), PSTT Tanjungkarang-Telukbetung (III),
Persija Selatan/Barat (IV), Persib (V), PSIS (VI), Perseba Bangkalan (VII),
Perseden (VIII), Persigowa Gowa (IX), Persipal Palu (X), PSHL Hitu Liu (XI),
dan Persipura (XII).
Putaran final 12 besar yang merupakan cikal bakal lahirnya Divisi I berlangsung
di tiga kota, yakni Magelang (Pool A), Solo (B), dan Semarang (C). Peserta
dibagi dalam tiga grup. Juara dan runner-up tiap grup maju ke putaran final 6
besar (perempatfinal) dan dibagi dalam dua grup.
Juara dan runner-up grup di babak perempat final maju ke babak semifinal secara
silang. Tim pemenang babak semifinal maju ke babak final, sedangkan tim yang
kalah saling memperebutkan peringkat ke-3. Pertandingan perempat final,
semifinal, dan final berlangsung di Semarang. Di babak final, Persipura
mengalahkan Persipal 4-0.
Akhirnya, Persipura berhasil merebut tiket promosi. Keberhasilan Persipura
menjadi juara putaran final 12 besar Kejurnas PSSI 1979 inilah yang
disalahtafsirkan oleh sebagian masyarakat pencinta sepak bola Indonesia,
termasuk media massa, sebagai juara (Divisi Utama) Perserikatan.
Hebatnya lagi, sebagai tim yang baru promosi, Persipura langsung melaju final
melawan Persiraja. Sayang, pada grandfinal di Stadion Utama Gelora Bung Karno
Jakarta (31/8/80), Persipura harus puas menjadi runner-up setelah kalah 1-3.
dan juga Sebagai catatan tambahan, Persipura pernah merebut Piala Soeharto
III/1976 (vs Persija Jakarta Pusat 4-3) dan menjuarai Divisi I, selain 1979 (vs
Persipal Palu 2-1), juga 1993 (vs Persiku Kudus 3-0).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar